Jakarta, Indonesia meluncurkan rencana aksi secara radikal mengurangi sampah plastik sesuai target untuk mengurangi volume sampah plastik di lautan Indonesia sebesar 70% pada 2025 dan bebas sampah plastik pada 2040. Untuk mengendalikan sampah plastik, pemerintah telah menerbitkan kebijakan peta jalan (roadmap) untuk mengurangi plastik oleh para produser dan mendorong pertumbuhan industri daur ulang.
Presiden Joko Widodo telah mengambil langkah strategis dengan menetapkan Perpres No 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga serta Perpres No 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang di dalamnya memuat Rencana Aksi Penanganan Sampah Plastik di Laut Tahun 2018-2025. “Indonesia berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan program pembangunan berkelanjutan dan untuk memerangi limbah plastik dan sudah menjadi salah satu agenda prioritas nasional kami,” kata Menko Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan saat menyampaikan sambutan kuncinya dalam Radically Reducing Plastic Pollution: Digital Launch of Indonesia’s Multi-Stakeholder Action Plan bersama Global Plastic Action Partnership di Jakarta, Rabu (22/4).
Indonesia telah melakukan sejumlah upaya menangani sampah laut, mulai dari memulihkan citra Sungai Citarum, yang sebelumnya diklaim sebagai sungai paling kotor nomor dua di dunia dengan kebijakan yang ada, hingga membangun fasilitas daur ulang sampah plastik di sejumlah kota. “Sementara, untuk mengendalikan plastik, pemerintah telah menerbitkan kebijakan peta jalan untuk mengurangi plastik oleh para produser dan mendorong pertumbuhan industri daur ulang,” katanya.
Indonesia bergabung dengan Global Plastic Action Partnership, sebuah platform kolaborasi publik-swasta baru yang diluncurkan di World Economic Forum tahun lalu. Dari situ, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang meluncurkan Kemitraan Aksi Plastik Nasional Indonesia (NPAP), kemitraan inklusif dan digerakkan oleh solusi untuk mengatasi tantangan polusi plastik, dan kemitraan yang sama saat ini sedang dipersiapkan untuk Ghana, dan segera juga untuk Vietnam.
Melalui NPAP Indonesia, Indonesia telah menciptakan platform untuk menyatukan pemikiran-pemikiran terbaik Indonesia untuk menghadapi polusi plastik bersama-sama, dari peneliti ke bisnis dan masyarakat sipil. “Dengan senang hati kami meluncurkan dan membagikan kepada Anda hari ini Rencana Aksi berbagai pemangku kepentingan (multistakeholder) NPAP dengan lima intervensi perubahan sistem yang dapat mendukung Indonesia untuk mengurangi 70% polusi plastik pada 2025,” ungkap Luhut.
Kelima intervensi itu yakni mengurangi atau mengganti penggunaan plastik untuk mencegah konsumsi 1 juta ton plastik setiap tahun, mendesain ulang produk plastik dan kemasan dengan prinsip penggunaan kembali atau daur ulang, serta meningkatkan pengumpulan sampah plastik dua kali lipat hingga lebih dari 80% pada 2025. Selanjutnya, meningkatkan kapasitas daur ulang sampah hingga dua kali lipat pada 2025 dan membangun fasilitas pembuangan sampah guna mengelola sampah yang tak bisa didaur ulang.
Luhut berharap Rencana Aksi Indonesia menjadi inspirasi dalam masa-masa yang penuh tantangan seperti saat ini serta diharapkan akan memicu kolaborasi dan komitmen yang lebih besar dari orang lain di panggung global. “Visi ini melangkah lebih jauh, bahwa tujuan kami pada tahun 2040 adalah mencapai Indonesia yang bebas polusi plastik, yang mewujudkan prinsip circular economy, di mana plastik tidak lagi akan dibuang ke lautan, saluran air, dan tempat pembuangan sampah kami, tetapi akan berlanjut untuk memiliki kehidupan baru,” jelas Luhut.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Global Plastic Action Partnership Kristin Hughes yang juga anggota Komite Eksekutif World Economic Forum mengapresiasi langkah besar Indonesia ini dengan telah menunjukkan contoh kelas dunia tentang cara menangani masalah yang kompleks, yaitu polusi plastik, melalui pendekatan multipihak yang kolaboratif dan efisien. “Kami melihat kekuatan komunitas di Indonesia dan di seluruh dunia, menjadi semakin penting untuk bersatu dengan cara-cara baru dan kreatif, untuk secara terbuka bertukar keahlian dan pengalaman, serta bertindak secara serentak untuk memecahkan masalah paling mendesak yang dihadapi,” jelasnya.
Sumber: Investor.id